Jumat, 09 Mei 2014

5 Mitos Soal Tragedi Titanic yang Muncul Karena Film



Kisah tenggelamnya kapal Titanic pada 14 April 1912 bisa jadi merupakan salah satu kisah tragis dalam dunia pelayaran yang paling dikenang. Dalam kecelakaan yang terjadi lebih dari 100 tahun yang lalu tersebut lebih dari 1.500 pria, wanita, dan anak-anak kehilangan nyawanya. Tragedi ini kemudian menjadi inspirasi bagi James Cameron untuk membuat sebuah film mengenai kecelakaan tersebut pada tahun 1997. Sayangnya kehadiran film ini ternyata justru membuat banyak mitos berkembang mengenai tenggelamnya Titanic di lautan beku Atlantik Utara tanpa ada fakta historis dibaliknya. Berikut ini lima mitos paling terkenal yang muncul karena film Titanic.

1. Ungkapan Kapal Yang Tak Bisa Tenggelam

Dalam salah satu adegan film Titanic besutan James Cameron, ada momen dimana ibu dari tokoh utama mendongak ke arah kapal, dari dek, dan berkata, "Jadi, ini kapal yang katanya tak bisa tenggelam,". Kalimat ini bisa jadi merupakan mitos paling populer terkait Titanic. Pada kenyataannya, tak seperti apa yang dipercaya oleh kebanyakan orang, White Star Line tak pernah membuat klaim substantif bahwa Titanic tak bisa tenggelam.

"Tak benar bahwa semua orang saat itu berpikir demikian. Anggapan itu adalah mitos yang retrospektif, membuat cerita lebih dramatis. Jika seseorang dengan segala kebanggaannya membuat kapal seperti Prometheus mencuri api dari para dewa... akan menjadikan sebuah mitos masuk akal, bahwa Tuhan akan sangat marah pada kepongahan itu dan menenggelamkan kapal tersebut di pelayaran perdananya," kata Richard Howells dari Kings College London seperti dikutip dari BBC.

Sebenarnya hanya ada sedikit cuplikan asli dari kapal Titanic karena kapal ini bukanlah berita besar sebelum ia tenggelam. Pada saat itu sebuah kapal serupa bernama Olympic yang sebenarnya mencuri perhatian dalam pelayaran perdananya dari Southampton ke New York pada 1911. Ia dinakhodai kapten yang sama dengan Titanic, menempuh rute yang sama, punya fasilitas keamanan yang sama, dan jumlah sekoci serupa. Bedanya, ia tak bernasib malang. Sejumlah rekaman Olympic ternyata digunakan dalam tayangan berita tenggelamnya Titanic.

2. Lagu Terakhir Yang Dimainkan Musisi Titanic

Salah satu tayangan yang menyayat hati dalam film Titanic adalah ketika band kapal terus memainkan lagu saat kapal mulai tenggelam. Para musisi tampak tetap berada di dek dan tak berusaha menyelamatkan diri, mereka memainkan lagu untuk meningkatkan semangat para penumpang. Dalam film, lagu terakhir yang mereka mainkan adalah himne, "Nearer, My God, To Thee,". Berkat dedikasinya itu para musisi ini selalu dikenang sebagai pahlawan.

Momen ini bahkan kemudian diabadikan menjadi sebuah kartu pos yang bertuliskan "Bandsmen heroes of the sinking Titanic play 'Nearer, My God, To Thee' as the liner goes down to her doom,". Berdasarkan keterangan para saksi mata diketahui saat itu band Titanic memang terus memainkan musik di dek. Namun satu hal yang menjadi perdebatan besar hingga saat ini adalah mengenai lagu apa yang mereka mainkan untuk terakhir kalinya saat detik-detik Titanic akan tenggelam.

"Para penumpang yang ingat lagu terakhir apa persisnya yang mereka mainkan, pastinya sangat beruntung bisa selamat sebelum kapal tenggelam. Kita tak pernah benar-benar tahu karena 7 musisi tersebut hilang. Mungkin karena alasan puitis mengapa 'Nearer, My God, To Thee' dipilih dalam film," kata McCallum.

Paul Louden-Brown dari Titanic Historical Society yang menjadi konsultan film besutan James Cameron mengatakan, adegan musisi dalam Film A Night To Remember dari tahun 1958 begitu indahnya sehingga Cameron memutuskan untuk mengulanginya dalam filmnya itu. "Dia berkata padaku, 'Aku mencuri sepenuhnya dan memasukkannya dalam filmku. Karena aku menyukainya. Itu menjadi bagian kuat dalam cerita," kata Paul.

3. Kapten Kapal Titanic Seorang Pahlawan

Tidak banyak yang diketahui mengenai bagaimana detik-detik terakhir kematian nakhoda Titanic, Kapten Edward J. Smith. Meski gagal mengelak dari gunung es dan tak melambatkan laju kapalnya ketika es dilaporkan berada di jalur pelayarannya, ia tetap dikenang sebagai seorang pahlawan. Namun sebenarnya beberapa pihak menyalahkan Smith karena telah membiarkan banyak sekoci pergi tanpa terisi penuh.

Sekoci pertama yang diberangkatkan dari sisi Titanic hanya berisi 27 manusia padahal kapasitasnya 65 orang. Kebanyakan sekoci berikutnya juga pergi dalam kondisi setengah kosong dan tak berbalik lagi untuk menjemput korban. "Dia tahu benar berapa jumlah penumpang dan berapa ruang dalam sekoci. Dan ia mengizinkan sekoci yang setengahnya kosong berlalu dari Titanic," kata Paul Louden-Brown dari Titanic Historical Society.

"Sejarah mencatat kematiannya yang heroik. Patung didirikan untuk mengenangnya. Ada banyak kartu pos dan kisah yang menggambarkan kepahlawanannya -- berenang di air dengan anak-anak di lengannya, berkata 'semoga berhasil, jaga dirimu sendiri'...itu semua tak senyatanya terjadi," tambah Louden-Brown. "Kapten Smith bertanggung jawab atas kegagalan struktur komando dalam kapal. Tak ada yang lain, selain dia," lanjutnya.

Sang kapten juga tak mengeluarkan perintah untuk meninggalkan kapal. Itu berarti penumpang tak menyadari Titanic dalam kondisi berbahaya. Juga tak ada niatnya untuk memerintahkan evakuasi. Pada malam itu, Smith seolah menghilang dari kapal. John Graves berpendapat, sang kapten mungkin trauma saat menyadari tak ada sekoci dalam jumlah memadai untuk para penumpang.

4. Si Pengusaha Jahat

Dalam film dikisahkan tentang J Bruce Ismay, direktur perusahaan yang membuat Titanic, yang digambarkan sebagai pengecut karena melarikan diri dari Titanic sementara sesama penumpang, terutama perempuan dan anak-anak, masih berjuang agar selamat. Padahal, konon, dia yang minta agar kapten mempercepat laju Titanic, agar tiba lebih awal di New York demi publikasi.

"Setiap pembuat film menyadari pengkhianatan terlalu 'sedap' untuk tidak disertakan dalam film mereka," kata Paul Louden-Brown. "Jika ditelusuri dari mana tuduhan itu berasal, akan berujung pada William Randolph Hearst, tokoh besar surat kabar AS. Ia dan Ismay berselisih sejak bertahun-tahun sebelumnya karena Ismay tak kooperatif dengan media terkait peristiwa kecelakaan yang terjadi pada sebuah kapal White Star Line," lanjut Louden-Brown.

Ismay dikutuk secara luas di AS, di mana sindikat surat kabar Hearst melakukan kampanye tajam melawannya, melabelinya dengan "J Brute Ismay". Media mempublikasikan nama-nama mereka yang tewas, namun kolom untuk mereka yang selamat hanya ada satu nama yaitu Ismay. Beberapa saksi mata mengungkap, Ismay melompat ke sekoci pertama, lainnya mengaku ia memerintahkan kru kapal untuk membawanya pergi, sementara tukang cukur di Titanic mengatakan, Ismay diperintahkan masuk ke sekoci oleh petugas.

Sementara, Lord Mersey, yang memimpin laporan penyelidikan kecelakaan Titanic menyimpulkan sesuatu yang sedikit berbeda. Ismay diketahui membantu sejumlah penumpang lain sebelum masuk ke sekoci terakhir yang meninggalkan sisi samping Titanic. "Jika ia tak melompat, namanya akan menambah daftar mereka yang tewas," kata Mersey. Ismay sendiri tak pernah bisa mengatasi rasa malu atas tindakannya melompat ke dalam sekoci. Ia mengajuan pensiun dari White Star Line pada 1913, dengan perasaan dan reputasi hancur.

5. Nestapa Penumpang Kelas 3

Salah satu adegan paling emosional dalam film James Cameron adalah penggambaran penumpang kelas tiga, yang dipaksa tingal dan dikurung di dek. Mereka juga dihalangi masuk ke sekoci. Namun pada kenyataannya tak ada bukti historis mengenai keadaan ini. Memang ada batas yang menghalangi penumpang kelas geladak dari orang-orang berduit lainnya. Namun, itu bukan untuk mengantisipasi kecelakaan kapal, tetapi sesuai dengan hukum imigrasi AS dan pencegahan penyebaran penyakit menular.

Sejumlah penumpang kelas 3 yang berasal dari berbagai negara seperti Armenia, China, Belanda, Italia, Rusia, Skandinavia, Suriah, dan Kepulauan Inggris memang menjadi penumpang kapal ini. Masing-masing kelas di Kapal Titanic memiliki akses ke dek mereka sendiri dan memiliki jatah sekoci, kecuali untuk kelas tiga. Tak ada kapal penyelamat yang disimpan di kelas itu. Penumpang kelas tiga harus melalui labirin dan tangga untuk mencapai dek kapal.

Lord Mersey mencatat bahwa sebenarnya justru sebagian penumpang kelas 3 yang "enggan" untuk meninggalkan kapal, karena berbagai alasan seperti tidak mau berpisah dengan bagasi mereka atau menghadapi kesulitan menuju sekoci. Namun, tidak ada bukti yang menunjuk adanya niat jahat untuk menghalangi penumpang kelas 3, kecuali adanya pengawasan berdasarkan ketaatan membabi buta pada peraturan, yang hasilnya mematikan.

Beberapa orang kaya pun diketahui mengorbankan diri mereka demi para penumpang kelas 3. Saat sekoci diturunkan, awak kapal memerintahkan, 'perempuan dan anak-anak' jadi prioritas, sebanyak 115 pria dari kelas utama dan 147 pria dari kelas 2 berdiri dan keluar dari sekoci dan menyerahkan tempat mereka dengan taruhan nyawa. Meski kurang dari sepertiga dari penumpang kelas 3 yang selamat, penumpang perempuan dan anak-anak dari semua kelas selamat dalam jumlah yang besar karena mereka diberi prioritas di sekoci.

0 komentar:

Posting Komentar